Saturday, December 21, 2013

Menjadi Penerjemah Itu Perlu Komitmen

Mungkin sudah ada sekitar belasan orang yang bertanya padaku mengenai cara menjadi penerjemah. Ada yang cuma nanya-nanya iseng, ada yang nanya-nanya lumayan serius, ada juga yang malah minta lemparan order.... (hadeuh!).

Orang-orang tertarik karena beberapa alasan, ada yang karena pekerjaan ini bisa dikerjakan di rumah (jadi masih bisa ngurus suami & anak), ada yang mungkin karena uangnya, ada yang karena pede bahwa dia bisa berbahasa asing tertentu.

Dari sekian belas orang yang bertanya itu, aku selalu menjawab sesuai pertanyaan mereka. Untuk yang pertanyaannya & niatnya tampak lebih serius, aku juga memberi penjelasan yang lebih serius, disertai tautan2 tentang cara menjadi penerjemah ke beberapa blog penerjemah yang sudah senior, milis, grup di FB, bahkan ke website HPI.

Dan dari sekian belas orang yang bertanya itu, entah kenapa, sampai sekarang tidak ada satu pun yang akhirnya terjun menjadi penerjemah. Sepertinya mencoba pun tidak. Tapi itu toh hak mereka. Aku tak terlalu peduli akan urusan orang. Setiap orang memiliki prioritas mereka sendiri. Ada yang alasannya karena sibuk mengurus anak, ada yang sudah ngeri duluan melihat para senior hebat saat dia masuk ke grup penerjemah, ada yang belum ada waktu, katanya.

Beberapa orang dari yang sekian belas orang itu adalah teman-temanku sendiri, jadi aku cukup mengenal mereka dan memahami alasan mereka saat mereka mendadak ingin jadi penerjemah, maupun saat mereka mendadak mundur bahkan tanpa mencoba.
Tapi yang membuatku memicingkan mata dan nyengir tak yakin adalah orang-orang yang suka mendadak ikut-ikutan "pengen," orang-orang lumayan pede dengan kemampuan bahasa asing mereka (dengan maupun tanpa kemampuan bahasa Indonesia yang memadai), lalu bertanya-tanya dengan menggebu-gebu, tapi saat tahu realitasnya, mereka tiba-tiba menghilang bagaikan debu.

Mungkin pepatah "the grass is always greener on the other side" cocok diterapkan dalam kasus ini. Memang, kalau cuma lihat "indahnya" saja, ya cuma indahlah yang akan terlihat. Saat kita menyelam lebih dalam, ada banyak hal yang perlu dipelajari, ada ini itu, ada begini begitu. (Well, ga juga sih, memang dunia penerjemahan ini indah kok... hihi)

Bulan Agustus 2013 kemarin, suamiku & timnya membuat video dokumenter konser Metallica di Gelora Bung Karno - Jakarta. Dengan pede, dia meminta temannya (yang konon menurut dia sangat jago ngomong bahasa Inggris) untuk membuat narasi film tersebut sekaligus menjadi naratornya. Narasinya dalam bahasa Inggris. Saat pulang ke rumah, aku diminta untuk membuat subtitle-nya. Dan setelah subtitle itu beres dan aku tunjukkan pada suamiku, banyak sekali kesalahan (terutama gramatik) dalam narasi tersebut. Mau tidak mau, semuanya harus dibuat ulang.

Buatku, profesi penerjemah ini perlu komitmen, walaupun bisa dikerjakan di rumah dan jam kerjanya [seperti] suka-suka. Selain itu, yang perlu dimiliki oleh seorang penerjemah, bukan hanya kemampuan bahasa asing yang baik, tapi juga kemampuan bahasa Indonesia yang memadai. Ini yang kadang dilupakan oleh para peminat profesi penerjemah.

Bahasa tulisan dan bahasa lisan itu berbeda. Ini juga kadang dilupakan. Mungkin secara lisan, dia fasih berbahasa Inggris, tapi saat diminta menulis atau menerjemahkan, tata bahasanya carut marut.

Tertarik menjadi penerjemah? Silakan saja. Lapangan kerja yang satu ini bidangnya banyak sekali & luas. Selain itu, pekerjaan yang satu ini (setidaknya buatku), sangatlah menyenangkan.

Terakhir, ada satu lagi orang yang bertanya kepadaku, aku tanya balik terlebih dulu sebelum menjelaskan ini itu, "Kamu serius?"
"Iya," katanya.
Baru setelah itu, aku menjelaskan.
Beberapa bulan setelah itu, aku tanya dia, sudah mulai belum?
Dia bilang, "Belum. Belum ada waktu," katanya.

Well then . . .

No comments:

Post a Comment