Friday, February 14, 2014

Kisah dari Seorang Istri Tentang Suaminya Menjelang Beliau Meninggal

Setelah menderita diabetes yang semakin parah dari tahun ke tahun, mungkin beliau sudah tahu bahwa waktu beliau tidak akan lama lagi. Maka, beliau pun mulai "berbenah" agar istrinya cukup nyaman saat beliau tinggalkan nanti. Beberapa puluh hari sebelum meninggal, beliau pun memulai dengan meminta orang untuk membetulkan atap dapur yang gentengnya rusak dan bocor kala hujan. Dilanjutkan dengan mengecat dapur yang warna dindingnya sudah mulai usang. Tak lupa beliau meminta orang untuk mengganti kain pada kursi depan karena ada bagian yang sudah robek. Beliau pun meminta orang untuk membongkar dan memperbesar pintu masuk samping, agar kalau anak atau cucunya datang membawa motor, mereka bisa memasukkan motornya ke dalam rumah. Beliau ingat segala hal. Detail dan rapi, seperti yang beliau lakukan seumur hidupnya.

Setelah semua renovasi beres, tak lupa beliau mengeceknya satu per satu, dirorong oleh istrinya menggunakan kursi roda, ke dapur, ke beranda, ke samping. "Alhamdulillah," dia bilang. "Rumah sudah beres dan ga bocor, dapur sudah dicat, pintu sudah lebih lebar, kursi sudah dibetulkan. Bapa sekarang bisa tenang ninggalin Ibu." katanya. Seperti yang biasa dilakukannya seumur hidup, semua tak pernah luput dari pantauannya.

Beliau pun mulai menyelesaikan sejumlah urusan dengan orang-orang, termasuk urusan uang. Dan mengetahui rice cooker mereka rusak, beliau pun menyuruh istrinya untuk segera membeli yang baru. Saat istrinya bilang nanti saja, beliau pun berkata, "Pakai uang Bapa, emang uang Bapa buat siapa?" katanya.

Beliau mulai memberikan sebagian baju-bajunya kepada orang-orang. Kamera antiknya [yang sebenarnya sudah rusak itu] untuk keponakannya, katanya, karena dulu keponakannya tersebut diajari memotret menggunakan kamera kenangan tersebut. "Mobil jual," katanya. "Uangnya buat nambahin ongkos Ibu naik haji." lanjutnya.

Sekitar hari ke-40 sebelum beliau meninggal, putri bungsunya datang bersama suami dan anaknya. Beliau sempat menanyakan bagaimana perkembangan usaha menantunya. Mendengar jawabannya, beliau terlihat lega dan senang. Sekitar dua minggu sebelum meninggal, putra beliau satu-satunya datang bersama keluarganya. Beliau sangat senang.

Beberapa hari sebelum meninggal, tetangga sebelah datang menengok. Beliau pun berkata, "Mbi*, Mbi kan sendiri. Nanti kalau saya meninggal, Ibu juga sendiri. Mbi di sini aja, biar saling nemenin," katanya. Beliau pun sempat bertanya kepada istrinya, "Kalau nanti Bapa udah ga ada, Ibu mau tidur di kamar yang mana?" [Mereka hanya tinggal berdua di rumah tersebut]
"Kamar yang di utara aja, Pa. Biar gampang kalau mau ke kamar mandi," [di kamar itu ada WC-nya.]
"Iya, bagus." beliau setuju.

Pagi itu, 23 Januari 2011, beliau bilang ingin jus alpukat. Jadi istrinya meminta keponakannya untuk pergi ke pasar dan membeli alpukat. Setelah istrinya shalat dhuha dan ke kamar menemuinya, beliau berkata. "Bu, tadi ada yang datang. Pegang kaki Bapa," katanya. "Mungkin Malaikat Maut."
"Ah, Bapa mah. Paling juga angin." kilah sang istri.
"Ih, Ibu mah. Nih liat, kaki Bapa udah ga bisa digerakin," tambahnya lagi. Sang istri pun memegang kaki beliau yang sudah terasa dingin.
"Bapa teh lagi sekarat, Bu." tambah beliau.
"Ah, Bapa mah. Masa ada orang yang lagi sekarat nyadar..." kilah istrinya.
"Sok, sekarang miringin tubuh Bapa ke utara [seperti posisi di dalam kubur]," pinta beliau.
Istrinya pun menurut. Beliau pun membaca shalawat dan meminta istrinya untuk ikut membaca shalawat.
"Bapa mah, pengen meninggalnya sebelum Ashar, biar [nguburnya siang-siang] ga ngerepotin orang lain." tambah beliau. "Itu uang yang ada di laci, sama sarung dan beberapa baju, pakai buat ngasih orang-orang yang gali kubur sama orang yang mandiin nanti."
"Bapa udah kurus banget, malu. Nanti yang mandiin keluarga aja," pintanya.
"Nanti [kalau sudah meninggal] ga usah nungguin anak-anak [kubur langsung]. Bapa udah ketemu anak-anak semuanya. Udah tenang."

Tak berapa lama setelah itu beliau pun tertidur. Istrinya melihat, beliau sempat tersenyum. "Ah, si Bapa mah pasti mimpi." Itu yang terpikir olehnya.

Setelah membuatkan jus alpukat, istrinya kembali menengok beliau, tapi beliau masih terlelap. Jadi jusnya pun hanya dimasukkan ke dalam kulkas. Suaminya terlelap dengan tenang. Napasnya pun tenang. Sang istri memanggil anak sulungnya yang rumahnya tak jauh dari rumah mereka. Mereka mengaji bersama. Istrinya melihat, napas beliau semakin lama semakin lambat dan jarang. Mereka masih mengaji dan membisikkan shalawat di telinga beliau. Sampai akhirnya, napas yang semakin jarang itu diakhiri dengan satu dengkuran halus..............................................

Innalillahi wa inna ilahi rajiuun..............................................

Beliau meninggal sebelum Ashar, sesuai keinginanya. Semua urusan dunia, bahkan hingga wasiat untuk urusan penguburannya sendiri pun telah beliau selesaikan dengan tuntas, oleh beliau sendiri. Detail dan rapi, seperti yang selalu beliau lakukan dengan semua urusannya semasa hidup.


May Allah bless you, Dad.

-------

Allahummaghfir lahu warhamhu wa 'aafihi wa'fu 'anhu wa akrim nuzulahu wa wassi' mudkholahu waghsilhu bilmaa`i wats tsalji wal barodi wa naqqihi minal khothooyaa kamaa naqqaitats tsaubal abyadla minad danasi wa abdilhu daaron khoiron min daarihi wa ahlan khoiron min ahlihi wa zaujan khoiron min zaujihi wa adkhilhul jannata wa a'idzhu min 'adzaabil qobri au min 'adzaabin naar.

Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia dan maafkanlah ia, muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan kuburnya, bersihkanlah ia dengan air, salju dan air yang sejuk. Bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran, dan gantilah rumahnya -di dunia- dengan rumah yang lebih baik -di akhirat- serta gantilah keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih baik, dan pasangan di dunia dengan yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka. Aamiin.



*Mbi = sapaan Sunda kepada Tante

1 comment:

  1. Baru mampu menuliskannya setelah tiga tahun Bapa ga ada....
    Ini pun masih sambil belinang-linang....

    ReplyDelete