Suatu hari seseorang memberi uang kepada Qei disertai kalimat eksplisit berikut ini: “Ini apa? Ini namanya uang. Dari aku, buat Qaishra. Buat beli es krim. Coba hitung ada berapa?” Dan sejak saat itu, anakku pun mengetahui yang namanya uang.
Kejadian itu masih membuatku merasa sebal. Menurutku, bukan begitu caranya mengajarkan nilai uang kepada anak-anak, setidaknya bukan kepada anakku. Melihat latar belakang dan situasi yang terjadi pada saat itu, aku menilai cara dan ucapan di atas adalah untuk membeli kasih sayang dan kepatuhan Qei kepada si pemberi uang. Pemberian dengan cara seperti itu hanya akan mengajarkan anakku untuk menerima uang suap, bahwa dengan penekanan kalimat “dari aku, buat Qaishra” menunjukkan bahwa si pemberi telah memberikan sesuatu dan anakku berhutang budi karenanya, dan juga mengajarkan konsumerisme atas barang-barang yang tidak jelas.
Aku akan jauh lebih menghargai kalau dia memberikan uang itu dengan pesan, “Buat beli buku”, atau yang lebih hebat lagi, “Buat ditabung.” Atau setidaknya, “Buat beli baju.” Daripada “Buat beli es krim.” Sementara satu-satunya pemborosan yang kami pertontonkan kepada Qei adalah saat membeli buku.
We can’t buy love. At least not mine, neither my daughter’s love. We can’t and should not value immaterial things with material. Seharusnya uang tidak digunakan untuk memanipulasi dan membeli kasih sayang. Dan seharusnya kita tidak boleh menilai barang non materiil dengan sejumlah uang. Tidak semuanya bisa dibeli dengan uang. Dan uang bukanlah tujuan, tapi hanya alat untuk mencapai tujuan.
By: Sri Noor Verawaty
No comments:
Post a Comment