Saturday, January 14, 2012

Cecilia & Malaikat Ariel

By: Sri Noor Verawaty

Cecilia & Malaikat Ariel: Kisah Indah Dialog Surga dan Bumi
Judul Asli: Through a Glass, Darkly
Penulis: Jostein Gaarder
Penerjemah: Andityas Prabantoro
Penerbit: Mizan
Cetakan Pertama: Desember 2008

“Cecilia dan Malaikat Ariel” berisi dialog seorang gadis remaja yang sedang mendekati ajal dengan seorang malaikat bernama Ariel. Melihat penulisnya, Jostein Gaarder, tentu saja aku “berharap banyak” dari buku ini.

Jostein Gaarder adalah pengarang terkenal asal Norwegia yang telah menerbitkan sejumlah karya hebat. Aku lebih suka menyebut dia “filsuf”. Buku pertamanya yang aku baca—jauh sebelum “mengenal” reputasi Gaarder—adalah “Misteri Soliter” (The Solitaire Mystery). Beberapa tahun kemudian barulah aku mengenal Gaarder lewat karyanya yang paling terkenal: Dunia Sophie (Sophie's World). Setelah itu, “Gadis Jeruk” (The Orange Girl), “Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken” (Bibbi Bokken's magic library), “Putri Sirkus dan Lelaki Penjual Dongeng” (The Ringmaster's Daughter) pun ikut bertengger di rak bukuku. Dan terakhir adalah buku ini: “Cecilia dan Malaikat Ariel” (Through a Glass, Darkly).

Karena penulis buku “Cecilia dan Malaikat Ariel” ini adalah Gaarder, aku berharap buku ini akan (in good meanings): kompleks, ruwet, berbelit-belit, dan membacanya akan sangat melelahkan. Karena judul buku ini berkata: “Kisah Indah Dialog Surga dan Bumi”, aku pun berharap cerita ini akan berupa dialog misterius yang indah dan menyingkap rahasia. Dan karena nama malaikatnya adalah Ariel, aku berharap rupa dia setidaknya setampan Ariel Peterpan. Halllaah… hahaha. :-D

Well, tampaknya aku berharap terlalu banyak kali ini. In my humble opinion, “Cecilia dan Malaikat Ariel” adalah buku Gaarder yang paling ringan, paling lurus, “tak ada belokan dan percabangan ruwet”, bahkan endingnya saja sudah bisa aku tebak. Tumben. I expected more than that. Dan malaikat Ariel? Sama sekali jauh dari rupa Ariel Peterpan, tapi lebih menyerupai tokoh Voldemort dari Harry Potter. Really! Botak, gundul plontos dan tak punya alis. Kalau tak percaya, coba saja tonton filmnya dan lihat sendiri perwujudan malaikat Ariel versi filmnya. Buku ini telah difilmkan di Norwegia dengan judul yang sama: Through a Glass, Darkly. Mungkin menonton filmnya akan terasa lebih lucu lagi: Cecilia yang botak paska kemoterapi sedang berbincang-bincang dengan malaikat Ariel yang juga botak, jadilah perbincangan dua orang botak.

Sedangkan isinya, Gaarder nyaris tidak mengungkap rahasia apapun tentang dunia malaikat dengan imajinasinya. Ini hanyalah dialog biasa dari seorang remaja pintar yang sedang menghadapi kematian dengan seseorang—tak perlu malaikat, karena pengetahuannya tidak seluas seperti seharusnya seorang malaikat. Baiklah, mungkin di sini keyakinan agamaku ikut menilai. Dalam Islam telah diterangkan tentang sifat-sifat malaikat, tentang surga dan “the other world”, bahkan tentang ke mana kita akan pergi setelah mati. Mungkin karena itulah aku menilai tulisan Gaarder yang satu ini—tumben—dangkal.

Setelah selesai membaca buku ini aku langsung menyembunyikannya di bagian belakang rak bukuku, karena aku takut putriku kelak membacanya dalam usia yang terlalu dini. Buku ini memberikan pemahaman yang berbeda tentang malaikat, akhirat dan kematian dengan apa yang diajarkan oleh agama yang aku anut. Jadi aku anggap buku ini bisa menyesatkan pemahaman seseorang dari ilmu agama yang benar.


Sri Noor Verawaty

No comments:

Post a Comment