Tuesday, January 17, 2012

Jane Austen: Between Her Fantasy and Reality

Jane Austen: The Author of "Pride and Prejudice", "Sense and Sensibility", "Emma", "Mansfield Park", "Northanger Abbey", and "Persuasion"

By: Sri Noor Verawaty


Jane Austen lahir di Steventon, Hampshire tanggal 16 December 1775 dari pasangan George Austen (1731–1805) dan istrinya, Cassandra (1739–1827). Ayah Jane adalah seorang pendeta. Selain menjadi pendeta, dia juga mencari penghasilan tambahan dari bertani dan mengajar. Jane memiliki seorang saudara perempuan, yaitu Cassandra Elizabeth (Steventon, Hampshire, 9 January 1773–1845) dan enam saudara laki-laki, yaitu James (1765–1819), George (1766–1838), Edward (1767–1852), Henry Thomas (1771–1850), Francis William (Frank) (1774–1865), dan Charles John (1779–1852). Jane sangat dekat dengan kakaknya, Cassandra. Dan diantara kelima saudara lelakinya, Jane paling dekat dengan Henry.

Aku lebih dulu membaca dan menonton karyanya daripada membaca dan menonton kisah si pengarang. Dimulai dari Pride and Prejudice (1813), kemudian Sense and Sensibility (1811), Emma (1815), Mansfield Park (1814), Northanger Abbey (1818), dan terakhir Persuasion (1818). Aku suka semua karyanya. Yang paling aku sukai adalah Pride and Prejudice dan Emma.

Seluruh novel Austen selalu berakhir happy ending. Bagian ini, aku sangat suka karena memenuhi “hukum-ku” tentang entertainment (termasuk tontonan dan bacaan), bahwa: “entertainments must be entertaining”. Tapi bagiku, daya tarik terbesar dari novel Austen ini tentu saja tokoh-tokoh prianya [don’t blame me for being a normal woman]. Kata temanku, pria-pria Austen ini: “too (damn) good to be true”. Memang. Karena itulah aku menjuluki novel-novel Austin ini “dongeng”. Fairytales, that even the own author didn’t live in. Well, maybe that’s the reason why she wrote those stories. Karena kisah hidup Austen jauh berbeda dari kisah-kisah indah yang ditorehkannya. Bahkan kebalikannya.

Baiklah, sebaiknya aku sedikit mengupas karya-karya Austen terlebih dulu.
Austen menulis tokoh utama prianya dalam karakter yang berbeda-beda. Bagiku, yang paling “too good to be true” adalah Mr. Fitzwilliam Darcy di “Pride and Prejudice”. Dia gorgeous, kaya raya, punya istana mewah (Pemberley), menguasai setengah lahan yang ada di Derbyshire. Dan yang terpenting serta sangat diimpi-impikan oleh banyak wanita adalah: Darcy berkorban banyak dan berjuang keras demi mendapatkan Elizabeth Bennet (Lizzie). Darcy adalah pria yang punya segalanya, bangsawan kaya dan tampan yang bisa mendapatkan wanita manapun, tapi dia hanya mencintai Lizzie hingga rela “merendahkan dirinya”, melawan akal sehat serta harapan keluarganya untuk mendapatkan Lizzie yang “tidak terlalu cantik” dan datang dari kelas menengah dengan status sosial serta kekayaan yang jauh di bawah Darcy. Sangat heroik, kan? Darcy is an absolute alpha-man! Ending: (of course) happy. Darcy menikahi Lizzie dan mereka tinggal di Pemberley yang indah. Lizzie adalah wanita yang paling beruntung di dunia ini. Too (damn) good to be true!

Lizzie & Darcy , 2005
Starring: Keira Knightley & Matthew Macfadyen

Selain mengisahkan Lizzie, “Pride and Prejudice” juga membahas kakaknya, Jane Bennet. Lizzie dan Jane sangat dekat dan tak terpisahkan. Jane yang paling cantik dan paling baik hati adalah saudari favorit Lizzie. Di akhir cerita, Jane akhirnya menikah dengan Charles Bingley, yaitu sahabat Darcy. Berbeda dengan karakter Darcy, Bingley adalah pria yang ramah dan menyenangkan. Tentu saja Austen juga “membumbui” tokoh Bingley dengan “kekayaan dan ketampanan”. Happy ending untuk Bennet bersaudara, meski awalnya Darcy tidak direstui tantenya dan Bingley tidak didukung oleh adik-adiknya. Double weddings for the four of them.

Jane & Mr. Bingley, 2005
Starring: Rosamund Pike & Simon Woods

Selain Darcy, the alpha-man lain yang diciptakan Austen adalah Mr. George Knightley di “Emma”. Knightley juga “diberikan karakteristik” kaya, tampan, baik hati, sangat menyenangkan, dewasa, dan rela berkorban. Untuk sifat-sifat menyenangkan dan keramahannya, Knightley jauh lebih unggul daripada Darcy yang dilukiskan angkuh dan dingin. Knightley juga tergolong pria yang “too good to be true” dan Emma Woodhouse adalah wanita yang sangat beruntung. Ending: (again) happy.

 
Emma & Mr. Knightly, motion picture 1996
Starring: Gwyneth Paltrow & Jeremy Northam

Emma & Mr. Knightly, the series, 2009
Starring: Romola Garai & Jonny Lee Miller

“Emma” juga memiliki kakak perempuan, Isabella, yang telah terlebih dulu menikah dengan kakaknya George, yaitu John Knightley. Duo Knightley menikahi duo Woodhouse. Happy ending.

Henry Tilney di “Northanger Abbey” juga tak jauh beda dengan karakter Knightley. Dia ramah, kaya, tampan dan rela kehilangan seluruh harta yang bakal menjadi warisannya demi mendapatkan cinta Catherine Morland, karena Tilney tidak direstui ayahnya untuk menikahi Catherine yang datang dari keluarga kelas bawah. Ending: married, happy. Tak berapa lama setelah itu adik Tilney, Eleanor, juga menikahi pria yang sebelumnya tidak disetujui ayah mereka.

Catherine Morland & Henry Tilney, 2007
Starring: Felicity Jones & J. J. Feild

Captain Frederick Wentworth di “Persuasion” agak berbeda dari ketiga tokoh sebelumnya. Di sini, justru Anne Elliot-lah yang berasal dari keluarga kaya sedangkan Wentworth berasal dari kalangan yang status sosialnya lebih rendah dari Anne. Karena alasan itulah Anne dibujuk untuk memutuskan pertunangan dengan Wentworth. Hingga keadaan berubah sebaliknya delapan tahun kemudian. Wentworth menjadi kaya sedangkan keluarga Anne bangkrut karena gaya hidup ayah dan kakak sulung Anne yang boros. Di sini Wentworth dideskripsikan sebagai pria yang cenderung diam dan aloof. Apa yang ada di pikirannya tidak bisa dibaca. Mungkin karena di dalam filmnya memakai sudut pandang Anne sebagai narator ceritanya. Tapi endingnya tetap bahagia. Another wedding.

Anne & Capten Wentworth, 2007
Starring: Sally Hawkins & Rupert Penry-Jones

Sekarang mari kita bahas tokoh yang lebih “manusiawi”: Edmund Bertram di “Mansfield Park”. Kenapa aku menyebutnya “manusiawi”? Karena Edmund tidak “se-dewa” Darcy maupun Knightley. Tidak seheroik Darcy maupun Tilney. Edmund adalah pria bangsawan tapi keluarganya nyaris bangkrut.  Dia adalah pria sederhana yang hanya bercita-cita menjadi pendeta, pekerjaan yang pada masa itu dianggap tidak keren dan tidak menghasilkan banyak uang. Edmund juga melakukan kebodohan dengan jatuh cinta secara buta pada wanita lain yang angkuh dan bahkan bukan tipenya. Saudara-saudaranya juga pecundang. Kakaknya pemabuk, tukang berjudi dan menghabiskan kekayaan orang tuanya, adik-adiknya materialistis dan payah. Edmund adalah pria yang paling “biasa” yang Austen ciptakan. Fanny bukan pilihan pertama Edmund. Tapi setelah beberapa lama, Edmund menyadari dia telah jatuh cinta pada wanita yang salah, dan bahwa sesungguhnya dia mencintai Fanny Price. Ending: happy.

Fanny & Edmund, 1999
Starring: Frances O'Connor & Jonny Lee Miller

Dalam “Sense and Sensibility” ada dua tokoh utama pria, yaitu Edward Ferrars dan Colonel Christopher Brandon. Dan tentu saja dua tokoh utama wanita: kakak beradik Elinor dan Marianne Dashwood. Saat menonton filmnya (Sense and Sensibility, 1995, disutradarai oleh Ang Lee, dibintangi oleh Emma Thompson sebagai Elinor, Kate Winslet sebagai Marianne, Hugh Grant sebagai Edward Ferrars, dan Alan Rickman sebagai Colonel Brandon), aku mendapat sejumlah kesan subjektif yang merusak citra film itu di mataku. Pertama tentu saja pria yang memerankan Colonel Brandon: Alan Rickman! Di otakku hanya ada satu tokoh yang aku kenal saat melihat wajah Alan Rickman: the mischievous Professor Severus Snape at Harry Potter! Baiklah, salahnya adalah, aku telah terlebih dulu mengenal Rickman di Harry Potter, jauh sebelum aku menonton Sense and Sensibility. Jadi karakter Rickman terasa sangat kental dengan Snape. Bagiku, Rickman adalah Snape. Akibatnya, setiap kali Colonel Brandon yang baik hati itu muncul, aku memicingkan mata dan mendapatkan kesan Snape di mana-mana.

Kedua adalah Hugh Grant sebagai Edward Ferrars. Aku pernah menyukai Grant, sewaktu dia memerankan Notting Hill (1999) dengan Julia Roberts. Tapi aku tidak menyukai dia di film “Bridget Jones’s Diary” (Grant sebagai Daniel Cleaver, playboy kelas kakap). Dan bagiku, tokoh playboy Daniel Cleaver menempel di wajah Hugh Grant bahkan saat dia memerankan peran yang berbeda, seperti karakter dan logat Forest Gump yang bagiku selalu tampak menempel di wajah Tom Hanks.

Sedangkan Kate Winslet dan Emma Thompson? Sebagai kakak beradik, mereka tidak memiliki kemiripan sama sekali. Aku berharap pemeran Elinor seharusnya lebih muda dan (maaf) lebih cantik dari Thompson. Dan beberapa hal lain yang mengganggu adalah usia Colonel Brandon yang hampir setengah baya saat menikahi Marianne yang masih sangat muda. Selain itu, aku tidak suka cara tokoh-tokoh wanitanya menangis, baik Elinor, Marianne, maupun ibu mereka. Terdengar aneh.
Mungkin sebaiknya aku membaca novelnya saja, bukan menonton filmnya.
By the way, ending untuk Dashwood bersaudara tentu saja happy weddings.

***Seharusnya nonton film yang versi 2008.

Sense & Sensibility, 1995

And now, lets go back to Jane Austen, the author.
Austen banyak menulis tentang dua saudari: Lizzie dan kakaknya, Jane. Emma dan kakaknya, Isabella. Elinor dan adiknya Marianne. In reality, Austen memiliki seorang kakak perempuan, Cassandra. Hubungan mereka sangatlah dekat. Mungkin seperti Lizzie dan Jane.

Tokoh-tokoh wanita Austen berasal dari keluarga yang tidak kaya. Seperti juga dia dan Cassandra. Ayah Jane Austen, George Austen, hanyalah seorang pendeta dengan penghasilan seadanya.

Sebaliknya, pria-pria Austen adalah pria-pria alpha dari kelas atas. Dominan, ramah, kaya, tampan, rela berkorban, dan semua karakteristik yang diinginkan oleh wanita.
Ada beberapa pria yang “hadir” dalam hidup Austen, diantaranya Thomas Langlois Lefroy (yang menjadi inspirasi bagi terciptanya karakter Mr. Darcy) dan Mr. Wisley. Wisley adalah keponakan Lady Gresham yang kaya. Dia pernah melamar Austen, namun Austen menolaknya.

Mari kita bahas sekilas biografi Jane Austen berdasarkan filmnya.
Film “Becoming Jane” (2007) yang disutradari oleh Julian Jarrold menampilkan Anne Hathaway sebagai Jane Austen. Film ini menitikberatkan kehidupan awal Jane Austen sebelum dia menjadi seorang penulis terkenal. Walaupun film ini bercerita banyak tentang hubungan Austen dengan seorang pengacara muda bernama Thomas Langlois Lefroy (James McAvoy). Screenplay film ini berdasarkan kejadian nyata yang tertuang di dalam buku “Becoming Jane Austen” karya Jon Spence. Dia juga menjadi konsultan sejarah bagi film tersebut. Sebelum buku “Becoming Jane Austen”, biographer Radovici (1995) dan Tomalin (2000) yang juga mengakui adanya hubungan antara Jane Austen dan Tom Lefroy. Bahkan buku Tomalin menjadi referensi dibuatnya “Becoming Jane”.


Di dalam film ini disebutkan bahwa Austen menolak Mr. Wisley karena Austen jatuh cinta pada Lefroy. Dalam bukunya, Austen banyak menulis hubungan-hubungan antar tokoh-tokohnya yang tidak direstui oleh pihak keluarga. Lizzie tidak direstui oleh tante Darcy, Catherine oleh ayah Tilney, Captain Wentworth oleh ayah dan teman ibunya Anne, dan Elinor oleh kakaknya Edward. Demikian pula yang dialami oleh Austen. Tom Lefroy adalah seorang pengacara yang kehidupan dan masa depannya tergantung pada pamannya, yaitu Lord Chief Judge Langlois of London. Lefroy, yang akan mewarisi seluruh harta Hakim Langlois kelak, adalah satu-satunya harapan keluarganya. Saat sang hakim mengetahui bahwa Jane Austen berasal dari keluarga miskin, Langlois pun tidak merestui Lefroy untuk menikahi Austen. Austen mundur karena tak kuasa menahan beban mental jika dia merenggut Lefroy dari keluarganya.

“Jane Austen: Between Her Fantasy and Reality”.
Her fantasy: kisah yang ditulis Austin selalu happy ending. Tokoh-tokoh wanita Austen selalu berakhir dengan pernikahan yang bahagia despite all the obstacles they faced before. Mereka menikahi pria yang mereka cintai dan mencintai mereka.
Her reality: Tidak demikian dengan hidup Jane Austen sendiri. Jane dan Cassandra, kakaknya, tidak pernah menikah bahkan hingga mereka meninggal. Menurut kisah di film “Becoming Jane”, Jane tidak pernah menikah dengan pria lain karena dia mencintai Lefroy. Sedangkan Cassandra tidak pernah menikah sebab tunangannya meninggal karena wabah sebelum pernikahan mereka sempat dilangsungkan.

Jane Austen, selama hidupnya yang singkat (42 tahun) telah memberikan mimpi-mimpi indah bagi para pembacanya. Tentang jatuh cinta dan dicintai. Cinta yang melampaui batasan harta dan kelas sosial yang pada masa itu sangat berperan besar. Tentang pria-pria sempurna dan pernikahan bahagia yang sayangnya tidak Austen alami sendiri. Dia meninggal setelah menderita sakit. Dia adalah seorang penulis yang penuh dedikasi dan bahkan masih menulis hingga menjelang ajal menjemputnya. I give a long standing applause for Jane Austen!

Buku:
Judul: Pride and Prejudice
Penulis: Jane Austen
Penerjemah: Berliani Mantili Nugrahani
Penerbit: Qanita (Mizan Grup)
Cetakan Pertama: Februari 2011

Judul: Mansfield Park
Penulis: Jane Austen
Penerjemah: Berliani Mantili Nugrahani
Penerbit: Qanita (Mizan Grup)

3 comments:

  1. Sedih bgt bc kisah hidupnya y. Tpi siapa sangka, kisah hdpnya sendiri bs jdi inspirasi utknya menulis. Meski tentu mengubah kenyataan yg tak sesuai impian dgn menjadikan impiannya menjadi kenyataan dlm novel2nya. Sengsara membawa nikmat kali y. Kenyataannya skrg buku2nya laris manis, meskipun telah lama dia meninggal...

    ReplyDelete
  2. Sedih bgt bc kisah hidupnya y. Tpi siapa sangka, kisah hdpnya sendiri bs jdi inspirasi utknya menulis. Meski tentu mengubah kenyataan yg tak sesuai impian dgn menjadikan impiannya menjadi kenyataan dlm novel2nya. Sengsara membawa nikmat kali y. Kenyataannya skrg buku2nya laris manis, meskipun telah lama dia meninggal...

    ReplyDelete