Hari Selasa (Hari Lebaran “ga jadi” itu) kakak lelakiku membuat nasi bakar di beberapa bilah bambu sejak siang hari, di halaman belakang rumahnya. Karena prosesnya yang memakan waktu sangat lama, diapun meninggalkannya, bahkan sempat membeli gas dulu entah ke mana. Sore hari saat si nasi bakar itu tampak “menganggur” tak ada yang mengawasi, anak kedua kakakku (keponakanku) mendapati apinya hampir padam. Maka diapun dengan sangat baik hati berniat membantu sang ayah untuk kembali menyalakan apinya. Dia mengipas-ngipas bara yang nyaris padam, namun tampaknya tidak terlalu berhasil. Jadi dia mengambil kertas dan menaruhnya di atas bara. Apipun menyala dan keponakanku asik kembali bermain.
Saat kakakku pulang dari masjid setelah shalat ashar, dia dikagetkan oleh nasi bakarnya yang kebakaran oleh api yang berkobar-kobar. Kakakku serentak pergi ke dapur dan mengambil segayung air kemudian menyiram nasi bakar kebakarannya. BYURRRRR…..
Dengan penuh rasa sangat prihatin mengingat kerja keras kakakku sejak tadi siang, kami pun tertawa terbahak-bahak. Kejam memang, tapi sangat layak ditertawakan…. Hahahaa….
Dan sampai aku menulis note ini malam harinya, aku belum tahu bagaimana nasib nasi kebakaran basah kuyupnya itu. Aku akan cek apakah dia ada di menu meja makan kakakku hari Lebaran besok…. Wkwkwkkwk…
Sore hari setelah tragedi nasi kebakaran, suamiku hendak sholat ashar. Dia masuk ke kamar keponakan pertamaku, menggelar sejadah yang ada di bawah dekat lemari dan langsung sholat. Saat kakak perempuanku lewat, dia melihat sekilas ke dalam kemudian langsung berseru, “Om, itu bukan sejadah, itu mah keset…!”
Terlambat… suamiku sudah sampai di rakaat terakhirnya…
Rupanya itu adalah sejadah yang sudah jelek dan akhirnya dimanfaatkan menjadi keset oleh kakakku. Tapi dari manakah ide sejadah-keset ini berawal?
Maka kakak perempuanku pun bercerita bahwa suatu ketika sewaktu dia sedang berada di rumah ibuku, dia hendak menjalankan shalat.Dia pun pergi ke mushala. Di sana ada sejadah yang dilipat di dekat pintu masuknya. Tanpa ragu, kakakku langsung menggelar sejadah itu dan sholat. Saat ibuku lewat mushala dan melihatnya, ibuku kaget dan langsung berseru, “Teh, itu bukan sejadah, itu keset!”
Merasa mendapatkan ide dari ibuku tersebut, kakakku pun memanfaatkan sejadah jelek menjadi keset.
Pada suatu ketika………………. saat ibuku main ke rumah kakakku dan sholat di kamar keponakan pertamaku, dia pun menggelar sejadah yang berada di dekat kaki lemari. Kakakku yang melihatnya langsung saja berseru, “Ibu, itu bukan sejadah, itu keset!”
Sepertinya ide brilian ibuku sudah memakan korban 3 orang, termasuk dirinya sendiri…
By: Sri Noor Verawaty
No comments:
Post a Comment