By: Sri Noor Verawaty
Judul : Maverick!
Penulis : Cheri L. Florance, Ph.D. & Marin Gazzaniga
Pengalih Bahasa : Elka Ferani
Penerbit : Qanita, Bandung
Cetakan : I, Juni 2005
Tebal : 462 halaman
Autisme mungkin bukan kata yang asing lagi bagi masyarakat, yaitu suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan gangguan perkembangan pervasif pada anak-anak yang mengakibatkan keterlambatan pada bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Namun ternyata tidak semua gejala autistik mengarah pada autisme. Berdasarkan penelitian terbaru, terdapat sindrom yang memiliki gejala-gejala mirip autisme, yaitu sindrom maverick.
Sindrom maverick, atau lebih lengkapnya Florance Maverick Syndrom, ditemukan oleh Cheri L. Florance, Ph.D., seorang ahli patologi wicara-bahasa medis. Disebut “maverick minds” atau pikiran nonkonvensional, karena penderita sindrom ini memiliki kecakapan visual yang tingggi tetapi kecakapan verbalnya rendah. Otak hiper/hipo para maverick ini berada di atas persentil ke sembilan puluh sembilan dalam sistem berpikir visual, tetapi mengalami gangguan komunikasi dengan skor verbal di bawah persentil pertama.
Menurut Dr. Florance, otak visual yang sangat dominan bisa jadi merupakan alasan otak verbal menjadi kurang berkembang. Kinerja otak visual yang sangat tinggi mungkin terlalu menguasai celah auditori dan mencegah diprosesnya informasi secara verbal. Para pemikir visual menggunakan “bahasa gambar” untuk membaca sekilas pola-pola dan prosedur-prosedur pemecahan yang konsisten.
Penderita sindrom maverick dalam tingkat usia kanak-kanak, memiliki gejala-gejala mirip dengan penderita autisme, misalnya suka menyendiri dan kesulitan berbaur dengan orang lain, sedikit (tidak) melakukan kontak mata, suka pada objek-objek yang berputar, sensitivitas terhadap rasa sakit terlihat di atas/di bawah normal, tidak ingin memeluk/dipeluk, kecakapan motorik kasar/halus tidak seimbang, tidak responsif terhadap petunjuk-petunjuk verbal, bertingkah seolah-olah tuli, dan lain-lain.
Tetapi, berbeda dengan autisme yang merupakan gangguan perkembangan kompleks yang disertai oleh gangguan intelektual dan perilaku yang berat dan biasanya bersifat permanen, sindrom maverick hanya merupakan gangguan komunikasi. Gejala-gejala mirip autisme di atas diderita para maverick karena mereka (khususnya anak-anak) kesulitan untuk mengekspresikan kebutuhan-kebutuhannya secara verbal.
Penderita sindrom maverick mempelajari bahasa verbal sebagai bahasa kedua, karena bahasa utama mereka adalah bahasa visual.
Bahasa lebih dari sekedar memahami atau menghasilkan kata-kata. Bahasa adalah memahami bahasa tubuh, isyarat nonverbal dan penggunaan pragmatis dalam bahasa, mengetahui secara intuitif bagaimana mengatakan hal yang tepat pada saat yang tepat, bagaimana menginterpretasi perubahan tinggi rendah suara, bagaimana kata-kata ditekan, dan semua kepelikan kecil yang digunakan untuk menduga makna.
Kepelikan bahasa (suprasegmental), yaitu pernak pernik yang diletakkan pada kata-kata ini merupakan faktor-faktor yang merangsang interpretasi. Semua faktor di atas tidak bersifat konsisten. Hal tersebut membuat para maverick cenderung tidak bisa menangkap nada sindiran, gurauan, ungkapan unsur-unsur bahasa yang sulit dipelajari. Mereka hampir-hampir mustahil berusaha melihat keteraturan dalam lautan kata.
Berbeda dengan para pemikir auditoris. Secara naluriah, pemikir auditoris menggunakan kesimpulan dan penalaran verbal deduktif dengan sangat cepat untuk memahami maksud pembicara dan menanggapinya dengan tepat.
Kinerja auditoris dan visual merupakan dua sistem yang berbeda. Jika seseorang menggunakan sistem yang satu lebih dari sistem yang lain secara ekstrim, ini dapat membuat orang itu merasa “tidak nyambung” dengan dunia lainnya. Banyak bentuk miskomunikasi dan kesalahpahaman timbul jika orang-orang dengan gaya berpikir yang berbeda saling berinteraksi tanpa menyadari orang lain sebenarnya berpikir (memproses informasi) dengan suatu cara yang sama sekali berbeda.
***
Hal inilah yang diangkat dalam buku berjudul “Maverick!”. Buku ini mengupas tentang para penderita sindrom maverick dan awal mula sindrom ini ditemukan, yaitu pada seorang bocah bernama John Whitney, putra bungsu Dr. Cheri L. Florance.
Seperti orangtua lainnya, Cheri L. Florance memiliki harapan dan impian yang besar untuk anak-anaknya. Tapi hidup memiliki banyak batu ujian. Bagi sebagian orangtua, ujian itu bisa berupa anak yang terjerat narkoba atau anak yang mengalami kecelakaan yang melumpuhkan. Tapi bagi Cheri L. Florance, ilmuwan yang berspesialisasi pada otak dan komunikasi serta biasa berurusan dengan anak-anak yang memiliki gangguan tumbuh kembang, ujian hidup itu berupa anak ketiganya yang divonis cacat berganda pada usia yang sangat dini.
Pada awalnya, sebagai seorang ibu, dia mati-matian menganggap segalanya baik-baik saja, namun sebagai ilmuwan, dia tidak bisa mengabaikan bahwa ada sesuatu yang tidak beres, bahkan sejak bayinya itu dilahirkan.
Saat dokter anaknya memvonis Whitney menderita autisme, bisu, sekaligus tuli, Cheri L. Florance berontak dan menolak diagnosa tersebut.
Tapi pertambahan usia tidak membuat Whitney bisa berjalan dan berlari sebagaimana mestinya. Dia tidak bisa mendengar dengan tepat. Dia tidak bisa bicara dengan jelas. Dan dia nyaris tidak bisa memegang pensil karena kemampuan motorik halusnya yang rendah. Whitney memerlukan terapi wicara, terapi okupasi, terapi fisik dan pendidikan jasmani adaptif selama bertahun-tahun.
Tapi Cheri L. Florance tetap bersikukuh bahwa anaknya “bisa berpikir”. Dia percaya bahwa Whitney adalah seorang anak “genius yang terperangkap”.
Dengan bantuan dua anaknya yang lebih besar, Cheri L. Florance berjuang bertahun-tahun untuk membuat Whitney menjadi normal seperti anak-anak lainnya. Berkali-kali dia jatuh ke dalam jurang keputusasaan. Berbagai macam pertanyaan pesimis hinggap di otaknya: “Aku tak bisa melakukan ini. Dari mana anak ini berasal? Mengapa aku harus menjadi orangtuanya? Mengapa aku yang harus menerima tanggung jawab mengagumkan ini?”
Tapi semua rintangan tidak membuatnya berhenti!
Cheri L. Florance melakukan segalanya untuk menormalkan Whitney. Memperjuangkan agar Whitney bisa mendapatkan pendidikan dan perlakuan yang layak di sekolah maupun di lingkungannya, kendati hal tersebut membuat dia terpaksa harus beradu urat leher dengan banyak pihak, mempertaruhkan kebahagiaan diri dan dua anaknya yang lain, serta membuat dia lupa mengurus dirinya sendiri.
Tantangan hidupnya tidak berhenti sampai di sana. Cheri L. Florance harus dihadapkan pada kenyataan bahwa kliniknya ditutup karena masalah biaya. Berikutnya, dia menerima tuntutan dari para psikolog sekolah dan terpaksa menjadi single parent dalam mengurus anak-anaknya. Perlu waktu bertahun-tahun untuk menjernihkan nama baiknya secara profesional di kalangan rekan-rekan kerjanya atas tuntutan para psikolog sekolah tersebut, sekaligus membuktikan bahwa apa yang dilakukannya adalah benar.
***
Buku “Maverick!” ini menawarkan dua sudut pandang yang berbeda, yaitu Cheri L. Florance sebagai seorang ilmuwan yang menjadikan Whitney sebagai proyek penelitiannya, dan Cheri L. Florance sebagai seorang ibu yang subjektif, defensif dan mati-matian ingin membuktikan pada dunia bahwa putra bungsunya tidak autis, melainkan seorang pemikir visual yang genius.
No comments:
Post a Comment