By: Sri Noor Verawaty
Judul: The Secret Garden
Penulis: Frances Hodgson Burnett
Penerjemah: Rien Chaerani
Penerbit: Penerbit Mizan
Cetakan 1: Agustus 2009
Mendengar judul The Secret Garden telah membuat sebuah memory yang terpendam jauh di dalam pikiranku bangkit. Entah dari mana aku mengenali judul itu. Seperti de javu. Saat aku berusaha keras menggali darimana aku mendapat ingatan tersebut, pikiranku melayang mengingat sebuah novel anak di masa kecilku. Meski aku tak yakin betul, tapi sepertinya dari halaman promosi di bagian belakang buku itulah pikiranku menorehkan judul The Secret Garden dan menyimpannya selama bertahun-tahun. Hingga saat aku bertemu kembali dengan frase tersebut, ingatan yang telah terpendam itu langsung melejit ke permukaan, bagaikan kebuntuan yang menemukan jalan terang.
Membaca buku ini seperti pemenuhan mimpi, penunaian janji yang telah lama tertunda. Aku membacanya dengan haus. Sesuai harapanku, buku ini indah dan menceritakan keindahan. Alurnya mengalir dengan halus. Deskripsinya membuatku ingin terbang dan melihat sendiri padang kerangas nun jauh di Yorkshire sana. Menyaksikan tunas-tunas bunga heather, gorse, broom, krokus, snowdrop dan narcissus melesak dari dalam tanah mencari hangatnya sinar matahari musim semi. Mengunjungi kastil tua tempat kemungkinan Mary dan Colin dahulu tinggal dan menjelajahi seratus ruangan rahasianya yang selalu tertutup rapat dan koridor-koridor yang dindingnya dipenuhi lukisan nenek moyang berpakaian agung. Membuatku ingin bersahabat dengan Dickon yang periang dan ahli menjinakkan hewan, seperti semua orang ingin bersahabat dengannya. Menemui Ibu Susan untuk mendengarkan petuah-petuah bijak dan mencicipi roti hangat buatannya. Semua begitu indah.
Yang lebih berkesan dari semuanya adalah persahabatan Mary, Dickon, dan Colin yang telah membuat pribadi masing-masing menjadi lebih baik. Persahabatan yang saling menguatkan satu sama lain. Kebersamaan dan petualangannya. Dan persekongkolan mereka bertiga di Taman Rahasia bersama burung Robin dan pasangannya.
25 Agustus 2010
makasih banyak reviewnya, bunda qei :-) sebetulnya peran penyunting (nur aini) cukup besar dalam terjemahanku yang ini.
ReplyDeletebtw, warna blognya seger. jadi pengen ikutan rajin ngisi blog. doain ya, hehehe...
terjemahannya bagus bgt mba Rien... smooth kayak jalan tol. ^_^ jadi enak bacanya. cuma ada 1 atau 2 kali salah nyebut aja, mestinya Dickon, tapi ditulisnya Collin... hehe
ReplyDelete