Tuesday, December 10, 2013

Enak Tidaknya Menjadi Penerjemah

Some said: "Chi, kayaknya enak ya, jadi penerjemah kayak kamu. Kerja bisa di rumah. Rumah, suami, & anak keurus. Jam kerja ditentuin sendiri, libur ditentuin sendiri. Kerjaan bisa dibawa ke mana aja, bisa dikerjain di mana aja..."

Iya, memang enak sih.
Tapi coba dengar juga versi kompletnya:

  • Kerja di rumah berarti kerja nerjemahin + kerja ngurus rumah, suami, & anak juga. (apalagi aku ga punya [dan ga pengen punya] pembantu). Berarti selain nerjemahin, aku juga harus masak, beres-beres rumah, ngurus suami, & ngurus anak.  
  • Setiap hari aku baru bisa mulai bekerja setelah: 1. selesai ngurusin anakku sampai dia pergi sekolah. 2. Memasak. 3. Beres-beres rumah kalau perlu.
  • Jam kerjaku dari pagi sampai tengah malam (biasanya begitu) setiap hari, termasuk weekend. Kadang kalau di bulan itu sedang ada pekerjaan, dan di tengah bulan kebetulan libur Lebaran, ya aku tetap bekerja di sela-sela semua kesibukan. 
  • Kalau bukunya tebal & deadline-nya mepet, aku "bertapa" di rumah & hampir tidak bisa berlibur walaupun itu akhir pekan. 
  • Kadang ke mana-mana harus bawa kerjaan. Saat menemani anak bermain sepeda di halaman mesjid komplek, saat berjalan-jalan sama keluarga, saat makan di luar sama suami & anak, aku harus tetap bekerja di sela-selanya.
  • Kalau bahannya susah, harus riset & googling ke sana kemari sampai pusing. Nanya temen-temen yang tahu bidang tersebut.
  • Kalau kata-kata dalam bahasa aslinya susah, ya ngubek-ngubek belasan kamus, online maupun offline.
  • Kalau lagi ga ada pekerjaan, ya bengong ga punya uang & ga ada kesibukan.
Setiap pekerjaan pasti ada enaknya & ada tidak enaknya. Segala sesuatu pasti ada kelebihan & kekurangannya. Intinya sih, semua harus dilihat secara komprehensif. Satu hal yang ingin aku sampaikan: Jangan anggap enteng apa pun sebelum kamu benar-benar menyelami dan membuktikannya sendiri.

Nah, dengan semua kerepotan itu, cobaaa.... masih bilang enak ga? :)
Kalau aku, dengan semua kerepotan itu, aku masih bilang, pekerjaan ini enak. I like it. I love my job.

Coba baca versi enaknya:
  • Kerja di rumah berarti ga perlu ongkos, ga perlu macet, ga perlu keluar uang makan siang di luar.
  • Kerja di rumah itu berarti rumah, suami, & anak keurus & keperhatiin. Ga melewatkan golden-age anak gara2 berkarir di luar.
  • Kerja di rumah itu berarti setiap hari aku bisa menentukan sendiri jam kerjaku. Masih bisa 1. ngurusin anakku sampai dia pergi sekolah. 2. Memasak. 3. Melakukan hobiku, seperti berkebun.
  • Bisa bekerja sambil jalan2, bisa bekerja saat menungui anak bermain (daripada bengong & bosen menunggu), bisa bekerja saat menunggu antrian (di bank atau di stasiun, misalnya).
  • Setiap bahan baru, berarti ada pengetahuan baru juga untukku.
  • Kalau lagi ga ada pekerjaan, aku bisa melakukan hobiku: motret, berkebun, jalan2 sama suami dan anak, refreshing. Kalau kerja full terus, kan cape juga otaknya.

Semua hal memiliki dua sisi mata uang. Ada kelebihan & kekurangannya. Tinggal bagaimana kita menyikapinya saja. Mencoba menikmati & bersyukur atas apa yg kita miliki, lalu bersabar saat keadaan ga sesuai dengan harapan kita (dalam kasus ini: buku yang susah... hahaha)

Mengutip kata-kata seorang penerjemah kawakan: Translation is my passion, my joy, & my pride.

No comments:

Post a Comment