Tuesday, March 25, 2014

Diundang Makan di Rumah Orang Asing

Dalam kehidupan kami yang aneh, keanehan memang sering kali terjadi. Salah satunya adalah hari ini: Keluarga kecil kami diundang untuk makan di rumah orang yang sebenarnya asing bagi kami. "Asing" di sini maksudnya bukan orang luar negeri, tapi "asing" karena nyaris tidak kami kenal. Nama si Bapa tuan rumahnya saja, aku tidak tahu. Bahkan sampai kami dijamu makan di sana tadi sore lalu pulang malam harinya pun, aku belum tahu namanya. Dan mereka juga sepertinya belum tahu namaku. Jangankan nama asliku, nama panggilanku saja sepertinya belum "ngeh," karena undangan berupa sms mereka tadi sore itu ditujukan untuk "Dody & istri." Jadi, mereka hanya tahu nama depan suamiku saja.

Lalu kok bisa kami sampai diundang makan di sana? Nah, itu dia, kami juga ga ngerti...

Sudah berkali-kali si Bapa & Ibu yang baik hati ini mengundang kami untuk datang ke rumah mereka untuk makan-makan. Awalnya kami selalu menjawab basa-basi mengiyakan, mengucapkan makasih, bilang in sha Allah kapan-kapan. Tapi semakin lama, undangan makan mereka makin serius. Sampai akhirnya tadi pagi, si Bapa bilang, "Ya sudah, nanti deh, ya," katanya. Sebagai jawabannya, kami cuma tersenyum bingung saja.

Pukul 5 sore tadi, masuk sms ke HP suami, berisi: "Dody & istri ditunggu di rumah ibu sore ini jam 4."
Kami jelas kelabakan. SMS itu dikirim pukul 3.15 sore dan baru sampai pukul 5, padahal kami sudah ditunggu sejak pukul 4. Selain masalah sms yang telat datang ini, kami juga bengong dan bingung, mereka tuh beneran nyuruh kita dateng buat makan-makan ya?

Antara percaya dan tidak, akhirnya suamiku langsung menelepon mereka. Teleponnya diangkat oleh si Bapa. Suamiku minta maaf karena sms-nya baru sampai barusan banget. Tapi si Bapa bilang, "Ya udah, ke sininya sekarang aja," katanya.

Dengan rasa bersalah, kami pun buru-buru bermotor menuju ke rumah mereka di bawah guyuran gerimis. Tapi tentu saja kami tidak tahu rumah mereka ada di mana. Kami berhenti di depan gang yang selalu mereka tunjuk sebagai jalan menuju ke rumah mereka, lalu menelepon. Di telepon, si Bapa memandu kami melewati belokan-belokan di gang hingga sampai ke rumah mereka. Rumah mereka hanya berjarak sekitar 10 menit dari rumah kami, dengan motor. Kurang lebih 2 kilometer.

Setelah datang, minta maaf, dan menjelaskan soal sms yang telat sampai, mengobrol ini itu, si Ibu pun mengajak kami makan. Beneran. Serius. Nasi timbel komplet, goreng ayam, ikan tongkol, sambel, lalap, kerupuk. Lengkap. Dan enak. Masakan si Ibu top banget nih.

Kami mengobrol di sana sampai pukul 8 malam. Si Bapa banyak cerita ini itu, termasuk mengajak kami jalan-jalan ke pantai Sancang Garut yang luar biasa indah, katanya. Di sana ada saudaranya. Dia cerita tentang lobster yang sebesar lengan dan kepiting selebar laptop. Dan banyak cerita menarik serta aneh lainnya. Anakku, Qei, juga senang di sana, karena ada dua orang anak perempuan si Bapa, kembar, baru kelas 3 SD, yang mengajak Qei bermain dan menunjukkan hamster-hamster serta kura-kura peliharaan mereka. Dan ada kucing "raja" berbuntut super panjang yang mengeong dengan suara bariton yang sangat berwibawa bagaikan rajanya kucing. :D

Kami pulang ke rumah dalam keadaan masih terheran-heran. Mereka orang asing bagi kami. Kami orang asing bagi mereka. Mereka dengan sangat baik dan terbukanya mengajak kami untuk makan-makan di rumah mereka. Kami disambut seperti layaknya saudara mereka sendiri. Aneh...
Dan tujuan mereka cuma itu: Menyuruh kami makan-makan di rumah mereka. Gratis. Ga ada timbal balik. Ga ada niat apa pun di baliknya selain... berbuat baik.

Si Ibu dan si Bapa ini menjamu kami makan bukan karena mereka orang kaya berkecukupan yang sudah kelebihan uang lalu ingin beramal kepada sesama. Si Ibu dan si Bapa ini adalah pedagang kupat tahu yang gerobaknya mangkal di depan sebuah rumah makan di Cijambe. Pedangang kupat tahu langganan kami yang entah kenapa.... baik sekali....



2 comments:

  1. paribasa urang Sunda, "Ameng atuh ka bumi. Sindang heula." dannn... seperti harus "nuangkeun" - menyediakan makan nasi kepada tamu. dan bukan "tawar-gatra"--cuma ngomong aja, tapi beneran "ngajagragkeun"--menyajikan di depan mata sampai akhirnya tamunya beneran makan. hihi... komen gini membuatku senyum dan rindu masa-masa makan "ngariung" sekeluarga :)

    ReplyDelete