Wednesday, October 31, 2018

Perjalanan Impulsif dengan Segala Risikonya

Kami adalah impulsive travelers. Rencana perjalanan kami sering berubah mendadak di tengah jalan. Itulah kenapa kami lebih suka bepergian sendiri dan jarang mengajak orang lain.

Tentu saja, perjalanan yang impulsif ini berisiko karena bisa saja keadaannya berubah jadi tidak memuaskan, atau lebih parah dari itu: justru mengecewakan. Salah satu contohnya kami alami ketika naik kereta dari Stasiun Bandung ke Cicalengka.

Kami awali hari itu dengan satu tujuan utama yaitu pergi ke Lembang lewat rute asing: Ujungberung - Palintang - Bukitunggul - Maribaya - Lembang. Sebelumnya, suami dan aku pernah menyengajakan diri menelusuri rute alternatif ini menggunakan motor. Ternyata jalannya sebagian besar sudah bagusbahkan banyak bagian yang sudah dicordan cukup lebar untuk dilalui dengan mobil. Dulu, sewaktu jalannya masih rusak, rute ini adalah salah satu rute menarik untuk penyuka motor trail.

Pemandangannya? Jangan tanya. Namanya lewat gunung, pemandangan di sini cukup indah. Sebagian besarnya ditanami dengan pohon kopi, kemudian daerah Palintang sampai Bukitunggul ditanami pohon kina. Bahkan ada pabrik pengolahan kina di sini.

Di kanan dan kiri jalan ada tebing dan hutan yang di terasnya banyak sekali bunga-bunga liar cantik berwarna ungu. Aku tak henti "ber-wah" dan "ber-wow" sepanjang jalan, dan sangat menyayangkan karena waktu itu anakku tidak ikut serta karena harus sekolah. Ada semacam guilty pleasure setiap kali aku & suami pergi berjalan-jalan sementara anakku bersekolah. Tapi lama-kelamaan, rasa guilty-nya berkurang dan yang tersisa hanyalah pleasure-nya. (Ibu macam apa kau ini?!)

Baiklah, lanjut tentang perjalanannya.

Kali keduanya, kami melewati rute ini bersama anak. Aku sudah tidak sabar ingin menunjukkan bunga-bunga ungu cantik yang bertebaran di sepanjang jalan. Dan ternyata Saudara-saudara, tidak ada satu bunga pun di sepanjang jalan itu... karena kali ini kami melewatinya pada musim kemarau. Tanah gersang, rerumputan kering. Ah anakku, tidak beruntung kau kali ini.

Setelah suami puas memotret dan nge-drone di hutan, kami pun melanjutkan perjalanan sampai ke Maribaya. And being impulsive that we are, suamiku nyeletuk, "Mampir ke Maribaya Lodge lagi, yuk?"
Tentu saja aku & anakku tidak pernah menolak kalau diajak mampir ke tempat wisata. Jadi untuk yang kedua kalinya, kami pun ke Maribaya Lodge. Setelah parkir, barulah kami sadar, ini hari Sabtu dan tempat wisata seperti ini pasti penuh. But we were not quitters, so we kept going. Sudahlah, sudah kadung mampir, kami pun masuk. (Asli, tempat ini penuh sama lautan manusia. Kalau bisa datang pada hari lain selain akhir pekan, pilihlah hari lain).

Getting out of Maribaya Lodge was such a relief! Tapi kami belum menentukan tujuan selanjutnya. Jadilah kami mampir ke rumah sepupu yang kebetulan tinggal di Lembang. Pintu rumah mereka yang selalu terbuka (atau kami ketok kalau tidak :D ), sering menjadi tempat perhentian kami. Kami pun beristirahat di sana sambil berpikir. Setelah menimbang bolak-balik, sore harinya kami mengejar waktu dan turun ke Bandung, ke stasiun Kebon Kawung. Setelah memotret, suami lagi-lagi mencetuskan ide, "Eh naik kereta ke Cicalengka, yuk."
"Yuuuuuuuk..."

Sayangnya, ternyata tiket kereta ke Cicalengka harus dibeli di stasiun lama yang berada di belakang. Sudah kadung niat, kami pun memutar dan pergi ke stasiun lama. Ternyata di dalam ada banyak sekali orang. Hari Sabtu, malam Minggu. Tentu saja banyak orang. You know that feeling, when your guts tells you to stop but you keep going? We should've stop when a lady near us mumbled this to her companion, "Jam segini kereta ke Cicalengka selalu penuh!" But we were not quitters, so we kept going... until we got in the train and... Oh my God, I QUIT!

Kereta ekonomi ke Cicalengka ini berjejalan, berdesakan, dipenuhi beragam bau keringat orang yang pulang kerja, dan dibumbui oleh virus bersin serta batuk yang memang sedang musimnya. Dan kursinya tidak bernomor, jadi saat masuk, kami harus langsung menyambar kursi mana pun yang ada. Aku tidak sanggup hidup seperti ini... Ini bukan wisata, ini..... ini... apa pun namanya... (Dramatis).

Akhirnya kami turun di Stasiun Kiara Condong dan mengakhiri perjalanan hari itu.

Kata orang, traveling is not about the destination, but the journey. Dan perjalanan tersulit pun umumnya akan dikenang dengan senyum atau bahkan tawa. Dan yang satu ini adalah untuk ditertawakan. :D

Image may contain: cloud, text and outdoor

No comments:

Post a Comment