Yang terpikir pertama
olehku adalah, tega banget seorang ibu, sampe ngeluangin waktu tiap hari sekian
jam untuk memaksa anaknya belajar. Beban banget untuk si anak, apalagi masih
kecil. Aku tidak pernah mengajari anakku apapun… hehe. Maksudnya, aku tak pernah
menyengajakan diri dan meluangkan waktu khusus untuk “mendudukkan” anakku dan
mengajarinya. Kemampuan apa pun yang sekarang dimiliki anakku, dia dapatkan
sambil bermain. Dia tak pernah “belajar.” Aku tidak “mengajarinya.”
Anakku aku ajak
ngobrol bahasa Inggris sejak dia mulai bisa bicara. Ada beberapa kata berbahasa
Inggris yang memang lebih mudah diucapkan oleh balita daripada kata dalam
bahasa Indonesianya. Contohnya, “sepuluh” dan “ten,” “kucing” dan “cat,” “harimau”
dan “tiger,” jelas lebih mudah dan pendek bahasa Inggrisnya Jadi kalau dia bertanya, “Bunda ini apa?” Aku
akan jawab dengan kata yang lebih mudah diucapkan, “Tiger.” Saat itu dia masih
belum tahu itu bahasa apa, Inggris, Indonesia, Sunda, Jerman, dia tak tahu
bedanya. Tak apa-apa. Yang penting dia belajar “ngomong” dulu, tahu apa
nama-nama bendanya dulu.
Saat usianya bertambah
dan dia sudah bisa mengucapkan kalimat lengkap, aku mengajak dia mengobrol
bilingual, “Qei, could you please bring me a spoon. Qei, tolong ambilin sendok,
ya.” Atau “Qei, close the door, will you. Qei, tolong tutup puntunya ya.”
Kalimat berbahasa Inggris yang selalu diiringi bahasa Indonesianya. Cuma bahasa
sehari-hari. Aku mulai memberikan contoh kalimat dan grammar. Kadang bahasa
anakku jadi carut marut. “Kunci,” karena banyak, jadi dia bilang “Kuncis.”
Terus ada kata-kata bahasa Indonesia yang menyelip di kalimat berbahasa Inggris
yang dia ucapkan, atau sebaliknya. Kadang aku betulkan, tapi sering aku biarkan
saja. Paling-paling aku tertawa karena kalimat dia jadi lucu.
Setelah aku amati,
ternyata auditory anakku lebih tajam dari visualnya. Dia jauh lebih cepat
menangkap musik daripada gambar. Di 1-3 not awal saja dia sudah bisa tahu itu
lagu apa, musik apa, atau jingle iklan apa. Jadi aku pun mulai mendownload
lagu-lagu berbahasa Inggris untuknya. Tentang huruf, tentang angka, tentang
warna, lagu-lagu anak. Terserah dia mengerti liriknya atau tidak. Tak apa-apa.
Yang penting dia terbiasa mendengarnya. Selain itu, setiap malam sebelum tidur, aku suka membacakan buku untuknya, juga dalam bahasa Inggris.
Usia dua tahun
setengah, kami baru memperbolehkan anakku untuk menonton TV, acara anak-anak.
Hanya sekitar setengah sampai satu jam setiap hari. Sengaja kami setelkan
acara-acara berbahasa Inggris. Tak apa-apa kalau dia belum mengerti, karena dia
harus dibiasakan mendengar native speakernya bicara langsung, dengan gaya bahasa dan pengucapan
asli mereka, dan bukan dengan gaya bahasa dan pengucapan ayah bundanya yang
kaku karena berlidah Indonesia.
Jadi, anakku tak
pernah belajar. Dia hanya mendengarkan ayah bundanya bicara, mendengarkan
lagu-lagu kesukaannya, dan menonton film favoritnya. Semua dalam bahasa
Inggris. Itu saja.
No comments:
Post a Comment